Itulah alasan mengapa seorang lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Marshall Pribadi, kemudian memutuskan untuk membuat startup identitas digital bernama PrivyID. Karena setiap orang hanya bisa mempunyai sebuah PrivyID, maka para penyedia layanan digital bisa memanfaatkannya, dan menutup kemungkinan pengguna mereka untuk membuat lebih dari satu akun.
“Untuk para pengguna PrivyID, mereka juga bisa merasakan keuntungan karena tidak perlu lagi mengisi formulir pendaftaran yang panjang setiap kali akan menggunakan aplikasi atau layanan baru. Cukup berikan PrivyID kamu, dan seluruh formulir tersebut akan terisi,” ujar Marshall kepada Tech in Asia.
Jaga privasi pengguna
Sebelum membangun PrivyID, Marshall sebenarnya telah membangun startup lain. Bersama dengan Harjo Winoto dan Guritno Adisaputra, ia membuat sebuah platform pembuatan kontrak online yang bernama PrivyDoc. Pengguna bisa membuat kontrak dengan cepat, dan bisa langsung mengesahkannya dengan sebuah tanda tangan digital.“Kami kemudian sadar kalau bisnis tersebut tidak scalable. Setiap perusahaan biasanya sudah punya format kontrak masing-masing, yang memaksa kami membuat produk berbeda untuk setiap perusahaan,” jelas Marshall. Sejak itu, ia pun meninggalkan fitur pembuatan kontrak di PrivyDoc, dan mempertahankan fitur identitas dan tanda tangan digital dengan PrivyID.
Untuk memastikan kalau setiap orang hanya bisa mempunyai sebuah PrivyID, mereka mengharuskan setiap pengguna untuk mengunggah foto dari KTP mereka. Setelah itu, pengguna bisa memasukkan berbagai jenis data pribadi ke dalamnya, mulai dari alamat email, nomor telepon, spesimen tanda tangan, rekening bank, hingga informasi tempat bekerja dan riwayat pendidikan.
Menurut Marshall, pengguna PrivyID tidak perlu khawatir ketika memasukkan data-data pribadi seperti itu, karena mereka hanya akan membagikan data tersebut ke pihak lain atas persetujuan pengguna. “Apabila pengguna kami ingin melakukan pendaftaran di rumah sakit contohnya, mungkin kami akan memberikan sebagian besar data pribadi tersebut. Sedangkan untuk aplikasi ojek on-demand mungkin kami hanya akan memberikan data-data seperti email dan nomor telepon saja,” jelas Marshall.
PrivyID juga bisa digunakan untuk melakukan panggilan telepon secara rahasia. “Contohnya apabila sebuah penyedia layanan ojek on-demand sudah terintegrasi dengan PrivyID, maka pengemudi mereka bisa menelepon penumpang lewat aplikasi PrivyID tanpa perlu mengetahui nomor telepon penumpang tersebut,” ujar Marshall.
Kerja sama dengan IndiHome
Saat ini PrivyID telah mempunyai sekitar 60 ribu pengguna, namun pengguna yang aktif menggunakan aplikasi tersebut masih di bawah lima persen. “Fenomena tersebut dikarenakan belum banyak aplikasi yang memanfaatkan PrivyID untuk fasilitas login,” ujar Marshall.
Berkat bergabung dengan inkubator startup yang dimiliki Telkom, yaitu Indigo, PrivyID kini bisa bekerja sama dengan mitra-mitra dari Telkom. “Saat ini, sudah ada 10 perusahaan yang bekerja sama dengan PrivyID, di antaranya adalah IndiHome, Divisi Enterprise Service Telkom, GudangVoucher, dan SewaKamera,” tutur Marshall.
Kerja sama tersebut tidak hanya dalam hal penggunaan PrivyID untuk fasilitas login, namun juga untuk penerapan penggunaan tanda tangan digital. “Kami juga berniat untuk mempromosikan PrivyID agar bisa digunakan di bisnis sumber daya manusia, baik oleh pelamar kerja maupun penerima kerja,” jelas Marshall.
Masih perlu edukasi kepada konsumen
Menurut Marshall, hambatan terbesar dari pengembangan PrivyID adalah sulitnya mengedukasi masyarakat untuk menggunakan PrivyID. “Tapi akhir-akhir ini, pemerintah makin berpikir tentang masalah ini. Hal tersebut dibuktikan dengan rencana implementasi Sertifikat Digital Nasional dan promosi massal Tanda Tangan Digital pada bulan September 2016 nanti,” ujar Marshall.
Untuk memperluas penggunaan PrivyID, Marshall berniat untuk mendekati para pengembang aplikasi baru agar menggunakan PrivyID sebagai salah satu fasilitas login. Sejauh ini PrivyID telah mempunyai 12 orang karyawan, dan menjalankan operasional dengan dana sendiri alias bootstrapping.
Di luar negeri, sebenarnya sudah ada beberapa layanan yang mirip dengan PrivyID, seperti ID.me, DocuSign, dan SignEasy. Namun di Indonesia, PrivyID hampir bisa dibilang belum memiliki pesaing.
Apabila PrivyID berhasil mengajak lebih banyak pihak untuk menggunakan aplikasi mereka, bukan tidak mustahil kalau konsep identitas digital ini akan menjadi tren baru di dunia teknologi tanah air.
Tidak ada komentar:
Write komentar